SUNNII-SALAFIYAH

Meluruskan Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunnah sesuai Pemahaman Ulama Salaf dan Ulama Muktabar

PANDANGAN AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI TERHADAP IBNU TAIMIYAH

Unknown - Senin, 02 November 2015
Apabila kita jalan-jalan ke website Salafi-Wahabi, maka kita akan memahami begitu sentralnya fatwa Ibnu Taimiyah bagi mereka. Padahal Ibnu Taimiyah merupakan salah seorang Ulama yang kontroversial di kalangan Ahlusunnah Waljamaah. Namun, Salafi Wahabi sangat menjunjung tinggi fatwa-fatwa beliau.

Mengutip dari website firanda.com, dalam salah satu artikelnya Ustadz Firanda menurunkan judul posting sebagai berikut:


Sebenarnya Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sikap beberapa kelompok ulama dalam menilai Ibnu Taimiyyah. Dalam kitabnya ad-Durar al-Kaminah, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :

وافترق الناس فيه شيعا فمنهم من نسبه إلى التجسيم لما ذكر في العقيدة الحموية والواسطية وغيرهما من ذلك كقوله: إن اليد والقدم والساق والوجه صفات حقيقية لله، وأنه مستو على العرش بذاته، فقيل له: يلزم من ذلك التحيز والانقسام. فقال: أنا لا أسلم أن التحيز والانقسام من خواص الأجسام. فالذم بأنه يقول بتحيز في ذات الله.
ومنهم من ينسبه إلى الزندقة لقوله: إن النبي صلى الله عليه وسلم لا يستغاث به، وأن في ذلك تنقيصا ومنعا من تعظيم النبي صلى الله عليه وسلم، وكان أشد الناس عليه في ذلك النور البكري فإنه لما له عقد المجلس بسبب ذلك قال بعض الحاضرين: يعزر. فقال البكري: لا معنى لهذا القول فإنه إن كان تنقيصا يقتل وإن لم يكن تنقيصا لا يعزر.
ومنهم من ينسبه إلى النفاق لقوله في علي ما تقدم ولقوله إنه كان مخذولا حيث ما توجه، وأنه حاول الخلافة مرارا فلم ينلها، وإنما قاتل للرياسة لا للديانة، ولقوله إنه كان يحب الرياسة، وأن عثمان كان يحب المال، ولقوله أبو بكر أسلم شيخا يدري ما يقول، وعلي أسلم صبيا والصبي لا يصح إسلامه على قول، وبكلامه في قصة خطبة بنت أبي جهل وقصة أبي العاص بن الربيع وما يؤخذ من مفهومها؛ فإنه شنع في ذلك فألزموه 
“Manusia terbagi menjadi beberapa kubu dalam menilai Ibnu Taimiyyah : Ada sebagian kelompok yang menisbatkan (pemahaman) Ibnu Taimiyyah terhadap tajsim karena apa yang telah ia sebutkan dalam kitab al-Aqidah al-Hamawiyyah dan al-Wasithiyyah dan selainnya, di antaranya : Ibnu Taimiyyah mengatakan, “ Sesungguhnya tangan, telapak kaki, betis dan wajah adalah sifat hakikat bagi Allah, dan sesungguhnya Allah bersitiwa di atas Arsy dengan Dzat-Nya. Maka ketika dipersoalkan, hal itu akan melazimkan Allah memiliki batasan dan bagian, maka ia menjawab, “ Aku tidak setuju batasan dan bagian termasuk kekhushusan jisim “. Maka yang dicela adalah bahwa Ibnu Taimiyyah mengatakan batasan bagi Dzat Allah. Ada sebagian kelompok yang menilainya sebagai orang yang zindiq, karena ia pernah mengatakan, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh dijadikan perantara istighatsah (tidak boleh beristighatsah dengan Nabi). Dan sesungguhnya perbuatan itu mengurangkan dan mencegah daripada pengagungan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di kalangan mereka ada yang mengaitkannya dengan kemunafikan, karena pandangan jeleknya tentang Ali bin Abi Talib, Katanya: Sesungguhnya beliau (Ali bin Abi Talib) adalah orang yang kecewa dan patah harapan sebagaimana yang diketahui beliau berusaha untuk mendapatkan kekhalifahan namun beliau tidak pernah mencapainya. Beliau berperang hanyalah untuk mendapatkan tampuk pemerintahan, bukan kerana agama. Katanya: Sesunggunya beliau gila kuasa. Utsman gila harta, ia juga menyoali : Abu Bakar masuk Islam diusia tua , namun Ali masuk Islam ketika masih kanak-kanak, sedangkan keislaman anak-kanak tidak sah. Juga karena ucapannya tentang kisah khitbah binti Abi Jahl, dan kisah Abi al-‘Ash bin ar-Rabi’ dan mafhum dari apa yang dikatakannya. Karena ia (Ibnu Taimiyyah) telah berkata buruk tentang imam Ali, maka ulama mengaitkannya dengan kemunafikan. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan : “Wahai Ali, tidaklah seorang membencimu melainkan ia adalah orang munafik“.[1]
Penyebutan Ibnu Hajar ini, membuktikan adanya fakta penilaian ulama saat itu terhadap pemahaman Ibnu Taimiyyah antara berpaham tajsim, zindiq dan munafiq. Hal ini tidak bisa dipungkirinya, mereka yang mengaitkan Ibnu Taimiyyah dengan tajsim, zindiq dan kemunafikan adalah para ulama besar yang diakui keluasan ilmu dan ke wira’iannya oleh umat Islam, seperti imam Taqiyyudin as-Subuki, imam Badruddin bin jama’ah Imam al-Hâfizh Waliyuddin al-Iraqi, imam Ibnu Hajar al-Haitami dan puluhan ulama lainnya sebagaimana telah kami sebutkan dalam artikel pertama dalam masalah ini. Dalam menyebutkan sikap para ulama yang hidup di masa Ibnu Tiamiyyah pun, al-Hafidz Ibnu Hajar tidak mengomentari apa-apa terhadap tiga sikap penilaian ulama tersebut saat itu dalam kitabnya tersebut.
Al-Hafidz Ibnu Hajar pun membenarkan tuduhan imam as-Subuki tentang sikap tidak hormatnya Ibnu Taimiyyah terhadap imam Ali :
طالعت الرد المذكور فوجدته كما قال السبكي في الاستيفاء، لكن وجدته كثير التحامل إلى الغاية في رد الأحاديث التي يوردها ابن المطهر، وإن كان معظم ذلك من الموضوعات والواهيات، لكنه رد في رده كثيرا من الأحاديث الجياد التي لم يستحضر حالة التصنيف مظانها؛ لأنه كان لاتساعه في الحفظ يتكل على ما في صدره، والإنسان عامد للنسيان. وكم من مبالغة لتوهين كلام الرافضي أدته أحيانا إلى تنقيص علي رضي الله عنه
“Aku (Ibnu Hajar) telah mempelajari kitab bantahan Ibnu Taimiyyah tersebut (kepada syi’ah), maka aku menemukan sebagaimana ucapan as-Subuki di dalam al-Istifaa. Akan tetapi aku menemukan Ibnu Taimiyyah terlalu berlebihan di dalam menolak hadits-hadits yang ditampilkan Ibn al-Muthahhar, meskipun kebanyakannya dari hadits maudhu’ dan lemah, akan tetapi Ibnu Taimiyyah banyak menolak hadits-hadits jayyid yang luput dari pandangannya ketika menulis kitab tersebut, karena memang Ibnu Taimiyyah luas hafalannya, ia mengandalkan hafalan di dadanya, sedangkan manusia itu sangat rentan lupa. Berapa banyak sikap berlebihan di dalam membantah Rafidhah, terkadang menyebabkannya terhadap sikap mencacat imam Ali radhia Allahu ‘anhu “.[2]
Adapun klaim mereka (pengikut fanatik Ibnu Taimiyyah) yang mengatakan bahwa al-Hafidz Ibnu Hajar memuji Ibnu Taimiyyah setinggi langit dalam salah satu komentarnya. Maka kami katakan, bahwasannya pujian beliau bukan berarti membenarkan penyimpangan-penyimpangan Ibnu Taimiyyah yang ditahdzir oleh para ulama. Pujian beliau adalah pujian terhadap Dzat Ibnu Taimiyyah seperti keluasaan hafalan dan kecerdasan Ibnu Taimiyyah dan semisalnya. Bahkan kebanyakan ulama mengakui keluasan hafalan Ibnu Taimiyyah, namun pujian itu bukan berarti menafikan pemahaman-pemahaman Ibnu Taimiyyah yang menyimpang yang telah banyak ulama mentahdzirnya.
Terlebih jika kita mau melihat pemahaman dan akidah al-Hafidz Ibnu Hajar, maka kita kan ketahui dengan yakin bahwa sebagian besar pemahaman dan akidah beliau berbeda bahkan bersebrangan dengan pemahaman dan akidah Ibnu Taimiyyah. Seandainya al-Hafidz Ibnu Hajar menilai penyimpangan Ibnu Taimiyyah di atas kebenaran, maka barulah hal itu dikatakan pujian mu’tabar terhdapnya. Namun faktanya justru al-Hafidz Ibnu Hajar bertentangan akidahnya dengan akidah Ibnu Taimiyyah, di antaranya :

1. Al-Hafidz Ibnu Hajar menolak konsep Ibnu Taimiyyah tentang Perkara baru yang tidak ada awalnya yang dibangun Ibnu Taimiyyah dalam akidahnya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar membantah konsep Ibnu Taimiyyah tersebut :
وفي رواية أبي معاوية: (كان الله قبل كل شيء) وهو بمعنى: (كان الله ولا شيء معه)، وهي أصرح في الرد على من أثبت حوادث لا أول لها من رواية الباب، وهي من مستشنع المسائل المنسوبة لابن تيمية، ووقفت في كلام له على هذا الحديث يرجح الرواية التي في هذا الباب على غيرها، مع أن قضية الجمع بين الروايتين تقتضي حمل هذه على التي في بدء الخلق لا العكس، والجمع يقدم على الترجيح بالاتفاق
“Dan dalam riwayat Abi Mu’awiyah “ Allah ada sebelum segala sesuatu “, itu bermakna “ Allah ada dan tidak ada sesuatu bersama-Nya. Hadits ini bantahan yang paling jelas terhadao orang yang yang menetapkan perkara baru yang tidak ada awalnya dari riwayat bab ini. Perkara ini termasuk masalah buruk yang dikaitkan kepada Ibnu Taimiyyah. Aku telah mengkaji ucapan Ibnu Taimiyyah terhadap hadits ini, ia mentarjih satu riwayat dalam masalah ini atas riwayat lainnya, padahal kasus mengkompromikan kedua riwayat tersebut mengharuskan pemahaman riwayat tentang pemulaan penciptaan bukan sebaliknya, dan pengkompromian dua hadits lebih didahulukan daripada pentarjihan secara sepakat “.[3]

2. Dalam masalah ziarah, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
قلت: يشير إلى ما رد به الشيخ تقي الدين السبكي وغيره على الشيخ تقي الدين بن تيمية، وما انتصر به الحافظ شمس الدين بن عبد الهادي وغيره لابن تيمية، وهي مشهورة في بلادنا. والحاصل أنهم ألزموا ابن تيمية بتحريم شد الرحل إلى زيارة قبر سيدنا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وأنكرنا صورة ذلك، وفي شرح ذلك من الطرفين طول، وهي من أبشع المسائل المنقولة عن ابن تيمية
“Aku katakan, mengisyaratkan kepada apa yang telah dikatakan oleh syaikh Taqiyyuddin as-Subuki dan selainnya terhadap syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyyah, dan apa yang dibela oleh al-Hafidz Syamsuddin bin Abdul Hadi dan selainnya terhadap Ibnu Taimiyyah, ini hal yang masyhur di negeri kami. Kesimpulannya mereka (ulama) menetapkan Ibnu Taimiyyah mengharamkan syadd ar-Rahl (Berusaha keras pergi) ziarah ke makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kami mengingkari gambaran hal itu, dan menjelaskan hal itu dari kedua kubu sangatlah panjang. Dan ini adalah di antara isu paling buruk yang dinukilkan dari Ibnu Taimiyyah “.[4]

3. Dalam masalah tabarruk dan tawassul, al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam salah satu komentarnya :
وَفِيْهِ اِسْتِعْمَالُ آثَارِ الصَّالِحِيْنَ وَلِبَاسُ مَلاَبِسِهِمْ عَلىَ جِهَةِ التَّبّرُّكِ وَالتَّيَمُّنِ بِهَا
“Dalam hadits tersebut diperbolehkan menggunakan bekas-bekas orang saleh dan memakai pakaiannya karena tabarruk dan mencari berkah dengannya.” [5]

4. Dalam masalah akidah sifatnya al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
“ Ucapan : “ Allah Ta’ala turun di setiap malam “, Umat Islam berbeda pendapat dalam memehami makna turun, atas beberapa pendapat. Di antara mereka ada yang membawa maknanya atas zahirnya, mereka adalah kaum musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), dan Allah Maha Suci dari ucapan mereka ini. Di antara mereka ada yang mengingkari kesahihan hadits-hadits yang warid itu secara jumlah, mereka adalah kaum khowarij dan Mu’tazilah, ini adalah sebuah kesombongan nyata. Di antara mereka ada yang mentakwilnya. Di antara mereka ada yang melaluinya atas apa yang datang, dengan mengimaninya dengan jalan pemahaman globalnya, dengan tetap mensucikan Allah dari kaifiyyah dan tasybih, mereka adalah madzhab mayoritas ulama salaf “[6].

Dari sini jelas bahwasanya al-Hafidz Ibnu Hajar menentang pokok-pokok pemikiran Ibnu Taimiyyah terutama dalam masalah akidah. Seandainya Ibnu Hajar membela Ibnu Taimiyyah sudah pasti beliau akan membenarkan pemikiran Ibnu Tiamiyyah tersebut yang dianggap menyimpang oleh banyak ulama.
Adapun kata pengantar al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab ar-Radd al-Wafir yang mengatakan :
والمسائل التي أنكرت عليه ما كان يقولها بالتشهي ولا يصر على القول بها بعد قيام الدليل عليه عنادا
“Dan masalah-masalah yang diingkari atasnya, tidaklah diucapkan atas dasar syahwat dan juga tidak berlanjut atas ucapan itu setelah tegaknya dalil atasnya secara paksa…”
Maka jelas, hal ini didasari sangkaan al-Hafidz Ibnu Hajar atas taubatnya Ibnu Taimiyyah. Ucapan beliau tersebut justru merupakan bukti adanya masalah-masalah Ibnu Taimiyyah yang diingkari para ulama, namun al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa Ibnu Taimiyyah tidak lagi mengatakan masalah-masalah tersebut. Al-Hafidz Ibnu Hajar meyakini pertaubatannya Ibnu Taimiyyah dari semua masalah yang diingkari oleh banyak para ulama, namun masalahnya adalah para pengikutnya yang fanatik buta tidak meyakini pertaubatan Ibnu Taimiyyah dan terus melanjutkan pemahaman-pemahaman Ibnu Taimiyyah yang dianggap menyimpang oleh banyak ulama Ahlus sunnah.
Artikel seterusnya akan kami bahaskan Sebab Ibnu Taimiyyah dibantah dan dipenjarakan oleh para ulama dan qadhi juga tentang pandangan dan pemikiran Ibnu Taimiyyah yang dianggap menyimpang oleh para Ulama Ahlussunnah.

Ibnu Abdillah Al-Katibiy
Kota Santri, 18-06-2014
http://www.aswj-rg.com


[1] Al-Durar Al-Kaminah Fi Aʻyan Al-Mi’ah Al-Thaminah, jilid 1 halaman 155
[2] Lisan al-Mizan : 6/319
[3] Fath al-Bari : 13/410
[4] Fath al-Bari :3/66
[5] Al-‘Asqalani, Fath al-Bari, X/198.
[6] Fath al-Bari : 3/30

Google+

Alhamdulillah, antum telah selesai membaca artikel yang berlabel Fiqh dan Usul Fiqh/Salafi-Wahabi, Judul: PANDANGAN AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI TERHADAP IBNU TAIMIYAH

1 Komentar untuk "PANDANGAN AL-HAFIDZ IBNU HAJAR AL-ASQALANI TERHADAP IBNU TAIMIYAH"

  1. Yg saya baca hanyalah beberapa pendapat Ibnu Taimiyyah yg tidak dipersetujui oleh Ibnu Hajr.


    Perbedaan pendapat di kalangan ulama tidak bermakna Ibnu Hajr tidak mengijtiraf Ibnu Taimiyyah sbg ulama besar

    BalasHapus

Berilah komentar antum dengan mengedepankan adab! Karena "Kebaikan ialah akhlak yang baik, dan kejahatan ialah sesuatu yang tercetus di dadamu dan engkau tidak suka bila orang lain mengetahuinya." (HR. Imam Muslim)

Berita/Info

Al-Mauidzah

Tauhid

Fiqh dan Usul Fiqh

Syiah

Salafi Wahabi

Subscribe to our Newsletter

*klik subscribe untuk berlangganan gratis via e-mail Feedburner

Contact our Support

Email us: sunnisalafiyah@gmail.com

Our Team Members