SUNNII-SALAFIYAH

Meluruskan Pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunnah sesuai Pemahaman Ulama Salaf dan Ulama Muktabar

Latest Post
Loading...

HILLARY CLINTON AKUI KELOMPOK MILITAN ISIS BUATAN AS

TEHERAN – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, dalam situsnya kembali menyinggung teori konspirasi dimana, dia menuding grup militan ISIS buatan Amerika Serikat (AS). Bahkan juga dalam situsnya, Khamenei menyebutkan bahwa Hillary Clinton turut mengakui teori itu dalam memoarnya.

[Hillary Clinton]

Hillary Clinton saat ini menjadi kandidat calon presiden AS terkuat. Bekas Ibu Negara AS di masa Presiden Bill Clinton itu pernah menjadi Menteri Luar Negeri AS di masa Presiden Barack Obama saat sebelum pada akhirnya digantikan oleh Menteri Luar Negeri AS sekarang ini, John Kerry.
”Beberapa orang Warga AS sudah mengakui dalam memoarnya sendiri (termasuk juga memoar Hillary Clinton) bahwa mereka sudah memerankan dalam membuat, meningkatkan serta membangun Daesh dan hari ini juga, mereka mendukungnya, ” tutur Khamenei dalam website resminya. Daesh yaitu istilah Arab untuk menyebutkan grup ekstremis ISIS.


Tudingan Khamenei itu sejatinya di ambil dari pidatonya dalam perayaan Idul Fitri lalu di depan petinggi pemerintah Iran serta sebagian duta besar. Akan tetapi, diterbitkan lagi di website resmi Pemimpin Tertinggi Iran itu, yang diambil CNS News, Selasa (4/8/2015).
”Sekarang, koalisi terhadap Daesh sudah dibuat. Sudah pasti, saya tidak yakin bahwa ada koalisi yang riil melawan Daesh, ” tutur Khamenei.
”Ini adalah Anda yang disebut pembela terorisme!, ” teriak Khamenei yang ditujukan pada AS, negara-negara Barat serta sekutu AS di Timur Tengah. ”Ini adalah Anda yang sudah membuat Daesh. Ini adalah Anda yang melatih para teroris. ” 

Khamenei juga menuduh musuh-musuh Iran-lah yang sudah membuat Al Qaeda. 
”Organisasi-organisasi kriminil, termasuk juga Al Qaeda, Daesh serta sejenisnya, di ciptakan dengan maksud mengadu domba kita terhadap satu sama lain serta membuat negara-negara sama-sama berhadapan, ” tuturnya. ”Ini sudah melampaui batas dan tangan yang beresiko dari musuh. ”

Satu tahun yang lalu, memoar Hillary itu juga beredar di Mesir serta ditempat lain. Bunyinya hampir sama, yaitu Hillary mengaku bahwa AS membuat ISIS. Meski demikian, tidak sedikit yang percaya bahwa memoar Hillary itu palsu.

[news.okezone.com]

PERNYATAAN DONALD TRUMP CERMINAN ISLAMOPHOBIA

[Donald Trump]
Pernyataan Donald Trump yang akan melarang Muslim masuk ke Amerika Serikat merupakan cerminan dari sikap islamophobia atau ketakutan terhadap Muslim, seolah-olah Muslim itu kelompok yang suka kekerasan, padahal tindakan sekelompok kecil ekstrimis Muslim bukan mencerminkan nilai-nilai keislaman, bahkan bertentangan dengan Islam.

Demikian pendapat Ketua PBNU H Marsudi Syuhud menanggapi penyataan Calon Presiden dari Partai Republik Donald Trump. 
“Saya rasa ini salah satu upaya dia untuk membesarkan dirinya,” katanya. 
Namun ia yakin orang Amerika atau Eropa yang masih rasional akan menanggapi pernyataan Trump secara rasional. Kelompok yang mendukung pernyataan tersebut adalah orang yang memang sebelumnya sudah militan. 
“Akan ada konsekuensi jika dia tetap bersikap seperti itu dan saya pikir dia sudah tahu itung-itungannya,” tandasnya.  
Bukan hanya kali ini saja Trump mengangkat soal Muslim, ia beberapa kali mengangkat isu internasional yang sifatnya rasis seperti pernyataannya terhadap para imigran gelap yang diminta meninggalkan AS. Demikian dikutip dari situs resmi PBNU, nu.or.id.

Donald Trump dikenal oleh publik Amerika Serikat sebagai sosok yang penuh kontroversial. Bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik itu memang tampaknya menyukai kontroversi dan sorotan publik, karena sejauh ini setidaknya sudah membuat 5 penyataan diskriminatif terhadap umat Muslim. Berikut 5 pernyataan paling kontroversial Trump seperti dikutip dari merdeka.com.


1. Trump sebut Islam sumber kekacauan dunia

Sebelumnya, Trump pernah mengkritik Islam sebagai biang kekacauan di dunia. Pernyataan yang kini lebih positif buat umat Islam itu disampaikan Trump saat diwawancarai reporter CNN, Jake Tapper, kemarin (20/9). Dia mengatakan punya beberapa sahabat beragama Islam dan hubungan mereka baik-baik saja.
"Saya suka kaum muslim. Bagi saya, muslim adalah orang-orang yang hebat," ujarnya.
Trump kembali ditanya oleh Tapper mengenai kata-katanya empat tahun lalu menyudutkan penganut Islam. Kala itu, dia mengatakan orang yang menghancurkan Gedung WTC, serta membuat kekacauan di banyak negara sama-sama orang Islam.
Ketika ditanya kembali maksud pernyataannya soal kekacauan dan Islam, Trump meluruskan intinya masalah radikalisme muslim yang wajib dilawan.
"Kita punya masalah dengan kelompok muslim radikal, itu tidak perlu dipertanyakan lagi," kata bakal calon presiden dari Partai Republik ini.

2. Trump sebut dia akan menutup masjid-masjid

Dalam wawancara dengan stasiun televisi Fox News bulan lalu Donald Trump mengatakan dia akan menutup masjid-masjid di Amerika Serikat jika terjadi serangan teror.
"Tak seorang pun ingin mengatakan ini, tak seorang pun ingin menutup bangunan ibadah keagamaa, tapi Anda tahu, Anda paham. Banyak orang akan mengerti. Kita tidak punya pilihan," ujar bakal calon presiden Amerika dari Partai Republik itu, seperti dilansir politico.com, akhir November lalu.
Pernyataan kontroversial Trump itu dia sampaikan untuk menanggapi serangan Teror Paris yang menewaskan 129 orang pada 13 November lalu.


3. Trump bilang warga muslim harus pakai ID khusus

 

Dalam wawancara dengan stasiun televisi NBC News akhir bulan lalu Donald Trump menyatakan dia akan menerapkan aturan warga muslim harus memakai identitas khusus di Amerika Serikat.

 

Pernyataan itu mengingatkan orang pada zaman Perang Dunia Kedua ketika warga Yahudi di Eropa diharuskan memakai tanda kain berwarna kuning bergambang bintang daud di lengan kiri.

"Saya akan menerapkan itu. Tentu saja," ujar Trump dalam kampanyenya di Newton, Iowa. "Harusnya ada banyak cara untuk melakukan itu, selain mendata warga," kata dia.


4. Trump mengaku tidak kenal atlet muslim

 

Dalam pidato di Ruang Oval, Gedung Putih, Minggu malam lalu Presiden Amerika Serikat Barack Hussein Obama menyerukan rakyat Amerika menghindari sikap diskriminatif terhadap warga muslim. Komentar Obama itu menanggapi inisden penembakan massal di San Bernardino, California, yang menewaskan 14 orang pekan lalu.

"Warga muslim-Amerika adalah teman kita, tetangga kita, rekan kerja, pahlawan olahraga, dan mereka juga tentara kita," kata Obama.

Pernyataan itu rupanya mengundang reaksi dari Donald Trump. Dia mempertanyakan pernyataan Obama soal pahlawan olahraga itu di media sosial Twitter.

"Obama bilang dalam pidatonya warga muslim adalah pahlawan olahraga. Olahraga apa yang dia maksud, dan siapa?" kicau Trump.

 

Rupanya dia lupa, Amerika punya banyak pahlawan olahraga beragama Islam. Bahkan Trump pernah bertemu beberapa dari mereka.

 

Pada 2007 misalnya, Trump bertemu dengan Muhammad Ali, petinju legendaris dunia yang masuk Islam pada 1964. Dia juga pernah bertemu dengan Mike Tyson pada 1989 yang kemudian menyatakan diri masuk Islam.

 

Tiga bulan lalu Trump juga berjumpa dengan Karim Abdul-Jabbar, pemain basket NBA legendaris.


5. Trump mendesak muslim dilarang masuk Amerika Serikat


Kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, menyatakan selama periode tidak terbatas, orang beragam Islam harus dilarang memasuki negaranya. Ujaran kebencian anti-Islam itu adalah respon pengusaha properti tajir ini atas penembakan massal di San Bernardino, California, pekan lalu yang menewaskan 14 orang. Serangan bermotif terorisme itu pelakunya pasangan suami-istri imigran muslim.

Trump menegaskan seandainya terpilih dalam pemilu tahun depan, dia serius menghentikan orang Islam untuk dapat masuk ke Negeri Paman Sam. Pelarangan itu, menurutnya, harus dilakukan dari pintu imigrasi darat, laut, maupun udara.
"Larangan (masuk) itu berlaku sampai kita bisa memutuskan dan mengerti permasalahan ideologi Islam dan ancamannya yang berbahaya. Negara ini tidak bisa menjadi korban serangan kaum percaya pada konsep Jihad dan tidak memiliki nalar untuk menghormati sesama manusia," ujar Trump dalam pernyataannya kepada awak media kemarin, seperti dikutip dari laman BBC, Selasa (7/12).
Pernyataan Trump, yang menghebohkan publik Indonesia ketika bertemu Ketua DPR Setya Novanto dan Wakilnya Fadli Zon beberapa bulan lalu, bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Barack Obama agar warga AS - baik yang muslim maupun tidak - jangan sampai termakan kebencian satu sama lain.
"Kita tidak bisa menyerang satu dan lainnya dengan membiarkan pertempuran yang diartikan antara Islam dan Amerika. Ini juga menjadi tanggung jawab Muslim Amerika. ISIS tidak bisa mengatasnamakan Islam karena mereka adalah kelompok pembunuh bengis," kata Obama di Ruang Oval Gedung Putih akhir pekan lalu.
Manajer Kampanye Trump, Corey Lewandowski, menegaskan maksud bosnya soal melarang muslim masuk ke wilayah AS. Yang akan ditolak masuk itu mencakup wisatawan beragama Islam, selain calon imigran.
"Semua orang Islam (dilarang masuk) dan ada pengawasan besar-besaran," kata Corey.

SYAIKH SHURAIM: ORANG YANG MENGKRITIK PENDIRI WAHABI ADALAH ATEIS

Islam-Institute, MEKKAH – Sheikh Shuraim, Imam Masjidil Haram Mekkah yang ditugaskan oleh kerajaan Arab Saudi, menegaskan bahwa siapapun yang mengkritik atau menentang seruan pendiri kelompok Wahabi, yang tersebar di Arab Saudi, yang dianggap sebagai gerakan takfiri dan sumber faham radikal di dunia Islam, adalah “ATEIS”. Secara jelas, apa yang dikatakan oleh Shuraim ini otomatis memperkuat ideologi Takfiri Wahabi, karena ATEIS itu juga berarti kafir.

[Sheikh Saud As-Shuraim]

Kantor berita CNN Arab menukil pernyataan Shuraim yang mengatakan bahwa idiologi wahabi merupakan pondasi tanah suci Mekkah dan Madinah, maka siapa pun yang menghujat ideologi Wahabi ini berarti telah menghujat Mekkah dan Madinah.

Pernyataan Shuraim menguatkan pernyataan kelompok Wahabi yang memvonis musyrik dan halal darahnya untuk ditumpahkan, bagi siapa pun yang berani menentang atau mengkritik ajaran yang mereka yakini, meski ia mengaku Muslim dan Mukmin dan dari madzhab Islam apa pun.

Sejarah Wahabi di Arab saudi telah mempertontonkan terjadinya pembantaian kejam terhadap umat Islam dari berbagai madzhab, hanya karena mereka menolak ajaran Muhammad bin Abdul Wahab dan para pengikutnya. Dan kaum Wahabi menganggap apa yang dilakukannya adalah jihad.

Fakta tak terbantahkan, kekejaman terorisme merajalela di dunia atas nama jihad, sebagaimana yang terjadi hari-hari ini di seluruh dunia, seperti yang dilakukan oleh ISIS, Al-Qaeda, Jabhah al-Nusra, Ahrar al-Sham, dan masih banyak lagi, yang mana mereka mengadopsi pemikiran yang didasarkan pada ajaran Wahabi.
Apa komentar anda?


[islam-institute]
PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG HADITS JARIYAH

PENDAPAT IMAM SYAFI’I TENTANG HADITS JARIYAH

Inilah fakta bahwa Tauhid Salafi Wahabi sangat menyimpang dari Tauhid Ahlus Sunnah Waljama’ah umum nya dan bahkan menyimpang dari Manhaj Salaf khususnya, Hadits Jariyah yang sering dijadikan alat pembenaran Salafi Wahabi atas akidah sesat mereka yaitu menduga Allah bersemayam di atas ‘Arasy, atau bertempat di atas ‘Arasy, atau berada tinggi di atas langit, bahkan mereka bicara akidah ini atas nama Al-Quran dan As-Sunnah, dan atas nama Manhaj Salaf, dan atas nama Ahlus Sunnah Waljama’ah, tapi kenyataan nya mereka hanyalah mendustai Allah dan Rasul dan Sahabat dan Salafus sholih, karena faktanya pemahaman mereka bertolak-belakang dengan pemahaman Salafus Sholih khususnya, mereka hanya pandai berteori dan menggoda ummat dengan mengajak kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaf, tapi fakta nya tidak sama sekali, mereka menggoda ummat mengajak bertauhid dengan Tauhid nya Salaful ummah, tapi nyata nya tidak sama sekali, berikut ini adalah salah satu bukti dari sekian banyak bukti yang membungkam kelancangan Salafi Wahabi, bahwa akidah yang benar yaitu akidah Rasulullah dan para Sahabat, dan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah baik Salaf ataupun Khalaf adalah “Allah ada tanpa arah dan tanpa tempat” dan bahwa Hadits Jariyah bukan dalil bahwa “Allah berada di atas” dan pemahaman Salafi Wahabi tentang Hadits Jariyah telah menyimpang dengan pemahaman ulama Salaful ummah.

Inilah pemahaman Imam Syafi’i tentang Hadits Jariyah. Berkata Imam asy-Syafi’i rahimahullah :

واختلف عليه في إسناده ومتنه، وهو إن صح فكان النبي – صلى الله عليه وسلم – خاطبها على قَدرِ معرفتها، فإنها وأمثالها قبل الإسلام كانوا يعتقدون في الأوثان أنها آلهة في الأرض، فأراد أن يعرف إيمانها، فقال لها: أين اللَّه؟ حتى إذا أشارت إلى الأصنام عرف أنها غير مؤمنة، فلما قالت: في السماء، عرف أنها برئت من الأوثان، وأنها مؤمنة بالله الذي في السماء إله وفي الأرض إله، أو أشار، وأشارت إلى ظاهر ما ورد به الكتاب

“Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan matan nya (hadits jariyah), dan seandainya shohih Hadits tersebut, maka adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepada hamba tersebut menurut kadar pemahaman nya, karena bahwa dia (hamba) dan kawan-kawan nya sebelum Islam, mereka meyakini bahwa berhala adalah Tuhan yang ada di bumi, maka Nabi ingin mengetahui keimanan nya, maka Nabi bertanya : “Dimana Allah ?” sehingga apabila ia menunjuk kepada berhala, Nabi mengetahui bahwa ia bukan Islam, maka manakala ia menjawab : “Di atas langit” Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala dan bahwa ia adalah orang yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi, atau Nabi mengisyarah dan ia mengisyarah kepada dhohir yang datang dalam Al-Quran”.
[Lihat Kitab Tafsir Imam asy-Syafi’i pada surat al-Mulk - قال الله عزَّ وجلَّ: أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ]
[Lihat Kitab Manaqib Imam Syafi’i jilid 1 halaman 597 karangan Imam Baihaqqi, pada Bab -ما يستدل به على معرفة الشَّافِعِي بأصول الكلام وصحة اعتقاده فيها]


Perhatikan Scan Kitab Manaqib Imam Syafi’i di Bawah Ini :


واختلف عليه في إسناده ومتنه
Dan telah terjadi khilaf pada sanad dan matan nya”
Maksudnya : Pada Hadits Jariyah telah banyak terjadi perbedaan pendapat ulama Hadits, baik dalam keshohihan sanad nya atau dalam matan nya, sepantasnya Hadits ini ditinggalkan bagi orang yang ingin beraqidah dengan aqidah yang selamat, karena ketidak-jelasan status Hadits ini.

وهو إن صح فكان النبي – صلى الله عليه وسلم – خاطبها على قَدرِ معرفتها
dan seandainya shohih Hadits tersebut, maka adalah Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepada hamba tersebut menurut kadar pemahaman nya”
Maksudnya : Bila ternyata Hadits Jariyah itu benar Hadits Shohih, atau bagi orang yang menganggapnya sebagai Hadits Shohih, maka jangan di telan mentah-mentah, pahami dulu bagaimana maksud Nabi sesungguhnya dalam Hadits tersebut, Imam Syafi’i mengatakan bahwa maksud Nabi bertanya kepada hamba itu dengan pertanyaan “Dimana Allah” adalah bertanya menurut kemampuan kepahaman hamba tersebut, artinya Nabi bertanya “Siapa Tuhan nya” sebagaimana didukung oleh sanad dan matan dalam riwayat yang lain, Nabi tidak bermaksud menanyakan arah atau tempat keberadaan Allah.


فإنها وأمثالها قبل الإسلام كانوا يعتقدون في الأوثان أنها آلهة في الأرض 
karena bahwa dia (hamba) dan kawan-kawan nya sebelum Islam, mereka meyakini bahwa berhala adalah Tuhan yang ada di bumi”
Maksudnya : Cara Rasulullah bertanya untuk mengetahui status nya muslim atau non muslim dengan pertanyaan “Dimana Allah” adalah menyesuaikan dan mempertimbangkan keadaan hamba tersebut yang masih awam, karena mereka sebelum datang Islam, mereka menyembah dan meyakini bahwa berhala yang bertempat di bumi adalah Tuhan mereka, maka sesuailah keadaan tersebut dengan pertanyaan Nabi “Dimana Allah”. Sementara Allah tidak seperti Tuhan-Tuhan mereka yang bertempat. 

فأراد أن يعرف إيمانها، فقال لها: أين اللَّه؟
maka Nabi ingin mengetahui keimanan nya, maka Nabi bertanya : Dimana Allah ?”
Maksudnya : Nabi bertanya “Dimana Allah” untuk mengetahui status keimanan hamba tersebut, artinya Rasul bertanya siapa Tuhan yang ia imani, Nabi tidak bermaksud bertanya dimana tempat berhala nya berada bila hamba itu seorang penyembah berhala, dan tidak bermaksud menanyakan dimana tempat Allah berada bila hamba tersebut percaya kepada Allah, tapi hanya menanyakan apakah ia beriman kepada Allah atau bukan.

حتى إذا أشارت إلى الأصنام عرف أنها غير مؤمنة
sehingga apabila ia menunjuk kepada berhala, Nabi mengetahui bahwa ia bukan Islam”
Maksudnya : Mempertimbangkan keadaan orang-orang dimasa itu yang masih banyak menyembah berhala, maka ketika Rasul ingin mengetahui status hamba tersebut, Rasul bertanya dengan pertanyaan “Dimana Allah” agar muduh bagi nya menjawab bila ia penyembah berhala, maka ia menunjukkan tempat berhala yang ia sembah, dan otomatis diketahui bahwa ia bukan orang yang percaya kepada Allah.

فلما قالت: في السماء، عرف أنها برئت من الأوثان
maka manakala ia menjawab : “Di atas langit” Nabi mengetahui bahwa ia terlepas dari berhala”
Maksudnya : Ketika hamba itu menjawab “Di atas langit” maka Nabi mengetahui bahwa ia adalah bukan penyembah berhala, jawaban hamba ini juga tidak bisa dijadikan alasan bahwa Nabi mengakui “Allah bersemayam di atas langit” karena tidak ada hubungan antara jawaban dan pertanyaan Nabi, seperti dijelaskan di atas bahwa maksud Nabi bertanya demikian adalah ingin mengetahui status hamba muslim atau non muslim, maka jawaban hamba ini dipahami sesuai dengan maksud dari pertanyaan, Nabi tidak menanyakan apakah ia berakidah “Allah ada tanpa arah dan tempat” atau “Allah ada di mana-mana” atau “Allah bersemayam di atas langit” atau lain nya, bukan itu masalah nya di sini.

وأنها مؤمنة بالله الذي في السماء إله وفي الأرض إله
dan bahwa ia adalah orang yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi”
Maksudnya : Dan dari jawaban hamba tersebut dapat diketahui bahwa ia adalah orang yang percaya kepada Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi, ini poin penting yang harus digaris-bawahi oleh para Salafi Wahabi yang menduga “Allah bersemayam di atas ‘Arasy”. Imam Syafi’i membungkam akidah sesat Salafi Wahabi dengan pernyataan beliau “Allah yaitu Tuhan di langit dan Tuhan di bumi”. Allah di langit bukan berarti Allah berada atau bersemayam di langit, dan Allah di bumi bukan berarti Allah berada di bumi atau di mana-mana, tapi Allah adalah Tuhan sekalian alam, baik di langit atau di bumi, makhluk di langit bertuhankan Allah, dan makhluk di bumi juga bertuhankan Allah, inilah akidah Imam Syafi’i bahwa “Allah ada tanpa arah dan tempat” sebagaimana akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah Salaf dan Khalaf, pernyataan Imam Syafi’i ini menepis semua pemahaman salah dari Hadits Jariyah tersebut. 

أو أشار، وأشارت إلى ظاهر ما ورد به الكتاب
atau Nabi mengisyarah dan ia mengisyarah kepada dhohir yang datang dalam Al-Quran”
Maksudnya : Bahkan Imam Syafi’i berkata kemungkinan tanya-jawab Nabi dan hamba di atas tidak pernah ada, Nabi hanya mengisyarah tidak bertanya dengan kata-kata, dan hamba juga menjawab nya dengan isyarah tanpa kata, dan kata-kata di atas hanya berasal dari perawi atau pemilik hamba yang menceritakan kejadian tersebut, maka tidak mungkin sama sekali menjadikan Hadits Jariyah ini sebagai bukti kebenaran akidah Wahabi.

Fakta ini masih juga dipungkiri oleh Salafi Wahabi, semoga mereka mendapat hidayah Allah, sangat jelas sekali penyimpangan akidah Salafi Wahabi dengan akidah Imam Syafi’i, dan ulama Salaf lain nya, dan dengan akidah Ahlus Sunnah Waljama’ah pada umum nya, Manhaj Salaf yang didakwahkan oleh Salafi Wahabi sangat jauh menyimpang dari hakikat Manhaj Salaf para ulama Salaf, maha suci Allah dari segala sangkaan Salafi Wahabi.

Maha suci Allah dari arah dan tempat.

[aswaja-menjawab.blogspot.co.id]
APAKAH ALLAH DI LANGIT?

APAKAH ALLAH DI LANGIT?

Pada tahun 2009, saya pernah terlibat perdebatan sengit dengan seorang Ustadz Salafi berinisial AH di Surabaya. Beberapa bulan berikutnya saya berdebat lagi dengan Ustadz Salafi di Blitar. Ustadz tersebut berinisial AH pula, tetapi lain orang. Dalam perdebatan tersebut saya bertanya kepada AH: “Mengapa Anda meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit?”

Menanggapi pertanyaan saya, AH menyebutkan ayat-ayat al-Qur’an yang menurut asumsinya menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit. Lalu saya berkata: “Ayat-ayat yang Anda sebutkan tidak secara tegas menunjukkan bahwa Allah ada di langit. Karena kosa kata istawa, menurut para ulama memiliki 15 makna. Di samping itu, apabila Anda berargumentasi dengan ayat-ayat tersebut, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit. Misalnya Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman: “Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. al-Hadid : 4). Ayat ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bersama kita di bumi, bukan ada di langit. Dalam ayat lain Allah subhanahu wa ta‘ala berfirman:

 وَقالَ إِنِّيْ ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ الصافات : ٩٩

“Dan Ibrahim berkata, “Sesungguhnya aku pergi menuju Tuhanku (Palestina), yang akan memberiku petunjuk.” (QS. al-Shaffat : 99).
Dalam ayat ini, Nabi Ibrahim alaihissalam berkata akan pergi menuju Tuhannya, padahal Nabi Ibrahim alaihissalam pergi ke Palestina. Dengan demikian, secara literal ayat ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala bukan ada di langit, tetapi ada di Palestina.” Setelah saya berkata demikian, AH tidak mampu menjawab akan tetapi mengajukan dalil lain dan berkata: “Keyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم لِلْجَارِيَةِ السَّوْدَاءِ: أَيْنَ اللهُ؟ قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ. قَالَ مَنْ أَنَا؟ قَالَتْ: رَسُوْلُ اللهِ. قَالَ أَعْتِقْهَا فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ. رواه مسلم.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada seorang budak perempuan yang berkulit hitam: “Allah ada di mana?” Lalu budak itu menjawab: “Allah ada di langit.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya; “Saya siapa?” Ia menjawab: “Engkau Rasul Allah.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada majikan budak itu, “Merdekakanlah budak ini. Karena ia seorang budak yang mukmin.” (HR. Muslim).”
Setelah AH berkata demikian, saya menjawab begini: “Ada tiga tinjauan berkaitan dengan hadits yang Anda sebutkan. 

Pertama, dari aspek kritisisme ilmu hadits (naqd al-hadits). Hadits yang Anda sebutkan menurut para ulama tergolong hadits mudhtharib (hadits yang simpang siur periwayatannya), sehingga kedudukannya menjadi lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah. Kesimpangsiuran periwayatan hadits tersebut, dapat dilihat dari perbedaan setiap perawi dalam meriwayatkan hadits tersebut. Ada yang meriwayatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bertanya di mana Allah subhanahu wa ta‘ala. Akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, apakah kamu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah.

Kedua, dari segi makna, para ulama melakukan ta’wil terhadap hadits tersebut dengan mengatakan, bahwa yang ditanyakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebenarnya adalah bukan tempat, tetapi kedudukan atau derajat Allah subhanahu wa ta‘ala. Lalu orang tersebut menjawab kedudukan Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit, maksudnya Allah subhanahu wa ta‘ala itu Maha Luhur dan Maha Tinggi.

Ketiga, apabila Anda berargumen dengan hadits tersebut tentang keyakinan Allah subhanahu wa ta‘ala ada di langit, maka argumen Anda dapat dipatahkan dengan hadits lain yang lebih kuat dan menegaskan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak ada di langit, bahkan ada di bumi. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم رَأَى نُخَامَةً فِي الْقِبْلَةِ فَحَكَّهَا بِيَدِهِ وَرُؤِيَ مِنْهُ كَرَاهِيَةٌ وَقَالَ: إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِيْ صَلاَتهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِيْ رَبَّهُ أَوْ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ قِبْلَتِهِ فَلاَ يَبْزُقَنَّ فِيْ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat dahak di arah kiblat, lalu beliau menggosoknya dengan tangannya, dan beliau kelihatannya tidak menyukai hal itu. Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya apabila salah seorang kalian berdiri dalam shalat, maka ia sesungguhnya berbincang-bincang dengan Tuhannya, atau Tuhannya ada di antara dirinya dan kiblatnya. Oleh karena itu, janganlah ia meludah ke arah kiblatnya, akan tetapi meludahlah ke arah kiri atau di bawah telapak kakinya.” (HR. al-Bukhari [405]).

Hadits ini menegaskan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada di depan orang yang sedang shalat, bukan ada di langit. Hadits ini jelas lebih kuat dari hadits riwayat Muslim, karena hadits ini riwayat al-Bukhari. Setelah saya menjawab demikian, AH juga tidak mampu menanggapi jawaban saya. Sepertinya dia merasa kewalahan dan tidak mampu menjawab. Ia justru mengajukan dalil lain dengan berkata: “Keyakinan bahwa Allah ada di langit itu ijma’ ulama salaf.” Lalu saya jawab, “Tadi Anda mengatakan bahwa dalil keyakinan Allah ada di langit, adalah ayat al-Qur’an. Kemudian setelah argumen Anda kami patahkan, Anda beragumen dengan hadits. Lalu setelah argumen Anda kami patahkan lagi, Anda sekarang berdalil dengan ijma’. Padahal ijma’ ulama salaf sejak generasi sahabat justru meyakini Allah subhanahu wa ta‘ala tidak bertempat. Al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata dalam al-Farqu Bayna al-Firaq:

وَأَجْمَعُوْا عَلَى أَنَّهُ لاَ يَحْوِيْهِ مَكَانٌ وَلاَ يَجْرِيْ عَلَيْهِ زَمَان
“Kaum Muslimin sejak generasi salaf (para sahabat dan tabi’in) telah bersepakat bahwa Allah tidak bertempat dan tidak dilalui oleh waktu.” (al-Farq bayna al-Firaq, 256).

Al-Imam Abu Ja’far al-Thahawi juga berkata dalam al-’Aqidah al-Thahawiyyah, risalah kecil yang menjadi kajian kaum Sunni dan Wahhabi:

وَلاَ تَحْوِيْهِ الْجِهَاتُ السِتُّ
“Allah subhanahu wa ta‘ala tidak dibatasi oleh arah yang enam.”

Setelah saya menjawab demikian kepada AH, saya bertanya kepada AH: “Menurut Anda, tempat itu makhluk apa bukan?” AH menjawab: “Makhluk.” Saya bertanya: “Kalau tempat itu makhluk, lalu sebelum terciptanya tempat, Allah ada di mana?” AH menjawab: “Pertanyaan ini tidak boleh, dan termasuk pertanyaan yang bid’ah.” Demikian jawaban AH, yang menimbulkan tawa para hadirin dari semua kalangan pada waktu itu. Kebetulan pada acara tersebut, mayoritas hadirin terdiri dari kalangan Salafi, anggota jamaah AH.

Demikianlah, cara dialog orang-orang Wahhabi. Ketika mereka tidak dapat menjawab pertanyaan, mereka tidak akan menjawab, aku tidak tahu, sebagaimana tradisi ulama salaf dulu. Akan tetapi mereka akan menjawab, “Pertanyaanmu bid’ah dan tidak boleh.” AH sepertinya tidak mengetahui bahwa pertanyaan Allah subhanahu wa ta‘ala ada di mana sebelum terciptanyan alam, telah ditanyakan oleh para sahabat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berkata kepada mereka, bahwa pertanyaan tersebut bid’ah atau tidak boleh. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:


عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ إِنِّيْ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذْ دَخَلَ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْيَمَنِ فَقَالُوْا: جِئْنَاكَ لِنَتَفَقَّهَ فِي الدِّيْنِ وَلِنَسْأَلَكَ عَنْ أَوَّلِ هَذَا اْلأَمْرِ مَا كَانَ. قَالَ: كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ
رواه البخاري
“Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berada bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang sekelompok dari penduduk Yaman dan berkata: “Kami datang untuk belajar agama dan menanyakan tentang permulaan yang ada ini, bagaimana sesungguhnya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah telah ada dan tidak ada sesuatu apapun selain Allah.” (HR. al-Bukhari [3191]).

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala tidak bertempat. Allah subhanahu wa ta‘ala ada sebelum adanya makhluk, termasuk tempat. Al-Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang hasan dalam al-Sunan berikut ini:

عَنْ أَبِيْ رَزِيْنٍ قَالَ قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيْنَ كَانَ رَبُّنَا قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ خَلْقَهُ ؟ قَالَ كَانَ فِيْ عَمَاءٍ مَا تَحْتَهُ هَوَاءٌ وَمَا فَوْقَهُ هَوَاءٌ وَخَلَقَ عَرْشَهُ عَلىَ الْمَاءِ قَالَ أَحْمَدُ بْنُ مَنِيْعٍ قَالَ يَزِيْدُ بْنُ هَارُوْنَ الْعَمَاءُ أَيْ لَيْسَ مَعَهُ شَيْءٌ قَالَ التِّرْمِذِيُّ وَهَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ.
“Abi Razin radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku berkata, wahai Rasulullah, di manakah Tuhan kita sebelum menciptakan makhluk-Nya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertainya. Di atasnya tidak ada sesuatu dan di bawahnya tidak ada sesuatu. Lalu Allah menciptakan Arasy di atas air.” Ahmad bin Mani’ berkata, bahwa Yazid bin Harun berkata, maksud hadits tersebut, Allah ada tanpa sesuatu apapun yang menyertai (termasuk tempat). Al-Tirmidzi berkata: “hadits ini bernilai hasan”. (Sunan al-Tirmidzi, [3109]).

Dalam setiap dialog yang terjadi antara Muslim Sunni dengan kaum Wahhabi, pasti kaum Sunni mudah sekali mematahkan argumen Wahhabi. Ketika Wahhabi mengajukan argumen dari ayat al-Qur’an, maka dengan mudahnya dipatahkan dengan ayat al-Qur’an yang lain. Ketika Wahhabi mengajukan argumen dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pasti kaum Sunni dengan mudahnya mematahkan argumen tersebut dengan hadits yang lebih kuat. Dan ketika Sunni berargumen dengan dalil rasional, pasti Wahhabi tidak dapat membantah dan menjawabnya. Keyakinan bahwa Allah subhanahu wa ta‘ala ada tanpa tempat adalah keyakinan kaum Muslimin sejak generasi salaf, kalangan sahabat dan tabi’in. Sayyidina Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata:

كَانَ اللهُ وَلاَ مَكَانَ وَهُوَ اْلآَنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ كَانَ
“Allah subhanahu wa ta‘ala ada sebelum adanya tempat. Dan keberadaan Allah sekarang, sama seperti sebelum adanya tempat (maksudnya Allah tidak bertempat).” (al-Farq bayna al-Firaq, 256).

[muslimedianews]

Berita/Info

Al-Mauidzah

Tauhid

Fiqh dan Usul Fiqh

Syiah

Salafi Wahabi

RANDOM POS

TANYA KIYAI

GALERI VIDEO

Subscribe to our Newsletter

*klik subscribe untuk berlangganan gratis via e-mail Feedburner

Contact our Support

Email us: sunnisalafiyah@gmail.com

Our Team Members